Sebuah kopi yang diseduh
adalah sebuah isyarat.
lalu pagi dan matahari adalah pena
adalah gerak yang musti tercatat.
Siapa yang mecipta isyarat?
Menabuh daun-daun dengan suara gaduh?
Di sebrang kamar
diantara deretan pohon jambu dan semak-semak
Siapa mencipta isyarat?
Diantara getir kesendirian
siapa menangis bersama gemeratak patahan ranting?
Siapa mencipta isyarat?
Ada saatnya
Ada saatnya untuk memahami benak
memahami pertarungan panjang tanpa pemenang
baiknya kita memang cuma berdiri disebuah garis
diluar
selalu benak punya kendali
Saatnya pertarungan usai
akan ada yang pergi diam-diam.
Ada saatnya menjadi bijak dengan tidak bertanya
kenapa gerimis hari ini turun dengan begitu ritmis?
Karena kesendirian tidak harus selalu dipertanyakan toh?
Saat yang tepat untuk berpisah selalu ada.
Selalu ada. Seperti dalam sebuah perjalanan kereta
selalu ada saatnya berhenti pada tujuan.
Karena jikapun tidak,
selalu ada stasiun paling akhir
yang menggagalkan tujuan mu kemana saja.
3 Comments:
At 8:46 AM, astitpramadani said…
puisi bagus, boleh kukutip gak?
At 6:00 PM, OW Batik! said…
puisinya sedih...but somehow, i enjoy it very much..tq for the nice comments ya pak! GBU!!
At 9:14 AM, Duapuluhsenja said…
Dear Astradewangga,
Kesendirian punya teman setia yg selalu memikat: Gerimis, hujan dan senja yang nyaman.
Mbak Astra, juga punya puisi seperti demikian yg memikat di DuniaHalimun.
Post a Comment
<< Home