Sejarah dan Anak Muda

Dunia muda konon selalu asyik untuk dijaring. Sekolah, kuliah terlalu rumit untuk cuma dijadikan tempat belajar. Makin menarik jika dijadikan tempat bermenung-menung, menimba kenangan. Disini mungkin tidak akan merubah apa-apa kecuali: sejarah, anak muda dan cinta.

Friday, February 20, 2004

Akhir pebuari
Sudah mau akhir pebuari, tapi hujan masih turun
kau mengambil payung dan pergi kejalan raya
apa yang kau dapat hari ini?
kau bimbang antara menantang hujan atau tiarap dikesuyian.
rinai-rinai hujan tampias dipipimu, kau pergi juga

ini musim hujan penghabisan sebut ramalan cuaca
di monitor komputer sebuah warung surat elektrik kau masih mengetik
rindu
tentang hujan yang berdegup kencang
tentang kenangan bertarung dendam
tentang lelah diantara bayang-bayang yg memanjang

bgr peb 04

Thursday, February 19, 2004

Aster 1

Ia menyiram pokok aster yang keamrin petang baru saja ditanam dibelakang taman.
Mungkin sudah berbulan-bulan
rencana menanam aster dirajut dalam benak mungil kepalanya
bagaikan; taman-taman klasik cerita peri-peri dan ia sedang menunggu pangeran bertahta intan mahkota
berkendara kuda poni abu-abu mengajaknya ke sebuah perburuan dihutan
sambil menyanyikan tembang tentang alam dan cinta yang terbuang.

Ia masih menyiram di taman belakang,
waktu cuaca seperti gelap
dan ia bergegas masuk kedalam rumah.

Sore itu akhirnya ditutup dengan hujan lebat.
Sepotong aster yang mulai kuncup condong ke arah barat waktu ditiup angin.

Aster 2

Dia memotong tankai terakhir bunga aster yang tumbuh dihalaman belakang,
menyimpan dalam lipatan buku dan menaruh hati-hati dalam tas biru.
Sambil menengadah langit, dia berharap hujan akan turun
lalu seperti sulap
ada peri yang memunculkan tunas baru di patahan aster
yang baru saja terpotong itu.

Alamanda

Seikat alamanda mungkin mengingatkan mu
akan jeruji penjara didalam kampus
menahanmu untuk tak dapat pergi kemana-mana.
Bahkan ketika kau diam-diam pergi tanpa pamit
Seikat alamanda itu diam-diam kuncup dalam lentik senyum mu.

Bougenville

Batang bougenville itu tak pernah benar-benar tegak sempurna.
Dulu waktu kita tinggalkan kampus,
mungkin tingginya hanya setegak badan kita.
Mungkin hanya kita yang benar-benar memperhatikan batang bougenville itu ada,
padahal mahasiswa lalu lalang setiap hari.
Ah, dasar, mungkin mahasiswa kita yang terlalu tebal menenteng kumpulan teks kuliah semacam; Agronomi 2 dan kalkulus jilid 1,
hingga benar-benar khilaf tak dapat melihat bougenville itu ada.
Atau mungkin kita yang tak pernah sungguh-sungguh berniat kuliah
karena teks-teks kajian sains pertanian nyaris tak pernah menetap lama dalam tas, terhalang bacaan semacam ; Pengantar kritik sastra, atau kumpulan cerpen Kompas yang tebalnya dua jari.

Tapi kini bougenville itu sudah tegak hampir menjuntai dilantai 2 gedung pusat university.
Itu pun ku tahu waktu tak sengaja lewat ke perpustakaan pusat IPB.
Mencari literature untuk mengantar membaca Sapardi!
Aster 1

Ia menyiram pokok aster yang keamrin petang baru saja ditanam dibelakang taman.
Mungkin sudah berbulan-bulan
rencana menanam aster dirajut dalam benak mungil kepalanya
bagaikan; taman-taman klasik cerita peri-peri dan ia sedang menunggu pangeran bertahta intan mahkota
berkendara kuda poni abu-abu mengajaknya ke sebuah perburuan dihutan
sambil menyanyikan tembang tentang alam dan cinta yang terbuang.

Ia masih menyiram di taman belakang,
waktu cuaca seperti gelap
dan ia bergegas masuk kedalam rumah.

Sore itu akhirnya ditutup dengan hujan lebat.
Sepotong aster yang mulai kuncup condong ke arah barat waktu ditiup angin.

Aster 2

Dia memotong tankai terakhir bunga aster yang tumbuh dihalaman belakang,
menyimpan dalam lipatan buku dan menaruh hati-hati dalam tas biru.
Sambil menengadah langit, dia berharap hujan akan turun
lalu seperti sulap
ada peri yang memunculkan tunas baru di patahan aster
yang baru saja terpotong itu.

Alamanda

Seikat alamanda mungkin mengingatkan mu
akan jeruji penjara didalam kampus
menahanmu untuk tak dapat pergi kemana-mana.
Bahkan ketika kau diam-diam pergi tanpa pamit
Seikat alamanda itu diam-diam kuncup dalam lentik senyum mu.

Bougenville

Batang bougenville itu tak pernah benar-benar tegak sempurna.
Dulu waktu kita tinggalkan kampus,
mungkin tingginya hanya setegak badan kita.
Mungkin hanya kita yang benar-benar memperhatikan batang bougenville itu ada,
padahal mahasiswa lalu lalang setiap hari.
Ah, dasar, mungkin mahasiswa kita yang terlalu tebal menenteng kumpulan teks kuliah semacam; Agronomi 2 dan kalkulus jilid 1,
hingga benar-benar khilaf tak dapat melihat bougenville itu ada.
Atau mungkin kita yang tak pernah sungguh-sungguh berniat kuliah
karena teks-teks kajian sains pertanian nyaris tak pernah menetap lama dalam tas, terhalang bacaan semacam ; Pengantar kritik sastra, atau kumpulan cerpen Kompas yang tebalnya dua jari.

Tapi kini bougenville itu sudah tegak hampir menjuntai dilantai 2 gedung pusat university.
Itu pun ku tahu waktu tak sengaja lewat ke perpustakaan pusat IPB.
Mencari literature untuk mengantar membaca Sapardi!

Wednesday, February 18, 2004

Duapuluh senja catat dalam-dalam di hatimu
mungkin luka yang akan datang akan mewujud dalam diari di kepala
rasakan
dan tunjukan pada dunia
kita masih ada
belum binasa